Menerka Kepemimpinan Risnandar Mahiwa, Sosok Pj Walikota Pekanbaru yang BAU atau TAU?

Spread the love

PEKAN-BARU | detik24-com. Dinamika seputar penunjukan siapa Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru berakhir sudah. Keputusan akhir sudah diambil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Risnandar Mahiwa sudah ditetapkan sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru menggantikan Muflihun yang sudah dua tahun memangku posisi orang nomor satu di Kota Bertuah ini. Ia akan bertugas setahun lamanya atau sampai terpilihnya Walikota Pekanbaru defenitif hasil Pilkada 2024.

Risnandar yang saat ini masih menjabat Direktur Organisasi Kemasyarakatan pada Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, masih terbilang muda. Anak Sulawesi Tengah kelahiran Luwuk ini berumur 41 tahun. Latar belakangnya dari sekolah pamong yang dulu bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), sebuah lembaga pendidikan bergengsi ‘elit’ yang berada di bawah kendali Kemendagri.

Risnandar mengalahkan empat jagoan yang diajukan Pj Gubernur Riau SF Hariyanto dan DPRD Pekanbaru ke Mendagri. Keempat kandidat usulan daerah itu tak dilirik oleh Mendagri.

Ketimbang memilih pejabat daerah, Mendagri Tito Karnavian sepertinya lebih ‘sreg’ dengan langsung menugaskan anak buahnya yang berada dalam satu atap. Sampai di sini, hiruk pikuk penetapan Pj Wali Kota Pekanbaru sudah berakhir. Drama sudah ditutup.

Lantas, bagaimana kepemimpinan Risnandar Mahiwa setelah dipercaya menahkodai Kota Pekanbaru, tanpa jalur Pilkada alias sekadar penunjukan belaka?

Ini pertanyaaan yang menarik dan penting? Soalnya, Risnandar mewarisi ragam masalah pelik yang sedang dihadapi Kota Pekanbaru. Rakyat di kota ini terus dan telah lama bersungut-sungut dengan problem mendasar. Sebut saja masalah jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki, banjir dan genangan air di sana-sini jika hujan turun, sampah yang berserakan sampai pada kebijakan parkir yang ugal-ugalan dan main hantam kromo.

Sudah pasti, masalah itu tak bisa diselesaikan dengan cara yang biasa-biasa saja. Dua tahun kepemimpinan Muflihun atau bahkan 10 tahun Firdaus menjadi Wali Kota Pekanbaru, problem mendasar itu tak kunjung tuntas, bahkan makin parah.

Masalah-masalah mendasar itu tak kunjung selesai, sehingga hal-hal strategis yang menjadi tantangan kota ke depan dilupakan dan tak sempat dipikir lagi.

Kota impian yang membuat warganya bahagia dan sehat masih ada di awang-awang. Pembangunan kota masih sebatas jargon belaka: madani, smart, digital dan seabrek kata-kata manis lain cuma jadi hiasan belaka. Nyatanya, kota ini seperti tidak terurus dengan baik.

Dalam penilaian subjektif, kepemimpinan Kota Pekanbaru dalam satu dekade terakhir cenderung Business as Usual (BAU). Pemimpinnya masih sekadar melakukan aktivitas dan kebijakan-kebijakan rutin, monoton untuk sekadar menjaga keseimbangan dan citra semata.

Itu sebabnya, inovasi pembangunan kota tak terjadi. Keberanian pemimpinnya untuk membuat terobosan baru dipertanyakan. Langkah-langkahnya masih berwatak proyek dan pragmatis semata.

Editor : Bani siagian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *