Pekan Baru,– Aroma ketidakberesan kian menguat dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen senilai lebih dari Rp551 miliar di tubuh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) Perseroda. Dua nama penting dalam perkara ini—RH selaku Direktur Utama dan ZI sebagai Penasehat Hukum PT SPRH—kembali mangkir dari panggilan resmi Jaksa Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Riau.
“Sudah kita panggil lagi, tapi gak datang lagi,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah SH, MH, saat dikonfirmasi pada Kamis (17/7/2025).
Menurut Zikrullah, ketidakhadiran keduanya terkesan sengaja karena tanpa alasan dan tanpa pemberitahuan resmi kepada penyidik. “Tim tidak menerima surat atau penjelasan apapun. Artinya, ini bentuk ketidakhadiran yang tidak sah,” tegasnya.
Pihak Kejati Riau saat ini masih menunggu instruksi lebih lanjut dari pimpinan untuk menentukan langkah hukum berikutnya. Tak menutup kemungkinan, pemanggilan paksa bisa dilakukan jika ketidakkooperatifan terus berlanjut.
Kasus ini mencuat setelah tim penyidik mengendus dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana Participating Interest yang diterima PT SPRH dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dalam kurun waktu 2023 hingga 2024.
Nilai dana jumbo yang dipersoalkan mencapai lebih dari Rp551 miliar. Dugaan korupsi mencuat karena pengelolaan dana tersebut dinilai tidak transparan, bahkan mengarah pada potensi penyalahgunaan wewenang dan aliran dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penggeledahan Rumah Dirut SPRH: Penyidik Amankan Dokumen Penting
Sebelumnya, tim Pidsus Kejati Riau telah melakukan penggeledahan rumah pribadi Direktur Utama PT SPRH yang berlokasi di Jalan Kecamatan Batu 4. Dari operasi tersebut, jaksa berhasil mengamankan sejumlah dokumen penting yang diyakini berkaitan langsung dengan dugaan korupsi dana PI 10 persen.
Meski demikian, kelanjutan proses hukum saat ini tampak terhambat akibat sikap tidak kooperatif dari pihak yang seharusnya menjadi saksi kunci dalam perkara ini.
Jika sikap mangkir ini terus berlanjut, publik layak mempertanyakan: ada apa di balik dana Rp551 miliar? Siapa yang sebenarnya sedang dilindungi?
Tim.